Cara Untuk Mengungkap Fakta Narkoba Pada Anak Remaja


Perlu Anda ketahui bahwa banyak peneliti percaya, otak manusia baru mencapai titik kematangan sempurna saat usianya mendekati kepala 2. Hal ini berarti cara yang salah dalam mengungkapkan jati diri narkoba bisa memperburuk keadaan. Bukannya menjauh, anak malah bisa mendekat dan merasa tertarik dengan zat berbahaya tersebut. Untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam teknik penyampaian, Dyan Eybergen, psikiater khusus remaja berbagi tips untuk Anda. Biasanya saat bersinggungan dengan hal-hal sensitif dan berbahaya seperti topik narkoba, seks bebas, pornografi, hingga alkohol, para orang tua biasanya cenderung menggunakan pendekatan ceramah dan berharap bahwa sang anak akan mengingat aneka wejangan yang disampaikan. Padahal untuk para remaja yang otaknya belum sepenuhnya matang, mereka jelas takkan bisa mengingat semua yang dikatakan orang tuanya.

 

Cara untuk mengingatkan semua:

Latihan anak membuat keputusan sendiri.

Jika memungkinkan dan tepat momennya, selalu berikan anak aneka pilihan sehingga mereka bisa melatih kemampuan mereka untuk membuat keputusan sendiri. Dan, ibu-ibu, berhentilah membuat keputusan bagi mereka. Daripada terus mendikte mereka untuk melakukan ini-itu, lebih baik Anda menyodorkan beberapa pilihan, misalnya “Kamu ingin mama jemput jam 11 nanti, atau kita langsung bertemu di mall saja?”

READ:  Reaksi Wanita yang Masih Dalam Batas Normal

Bicarakan narkoba (dan topik sensitif lainnya) secara proaktif.

Hal pertama yang paling penting adalah menciptakan suasana terbuka dan jujur sehingga anak merasa nyaman untuk membicarakan apapun (benar-benar apapun) dengan orang tuanya. Keterbukaan membuka pintu bagi anak untuk berani berbagi hidup pada orang tuanya. Apapun hal buruk yang mungkin telah menimpa mereka, sikapi dengan bijak, bukan dengan marah-marah atau sikap negatif lainnya.

Latih anak memeriksa kepekaan nuraninya tentang keputusannya.

Beritahu anak bahwa jika dirinya kurang merasa nyaman dengan keputusan yang telah dibuatnya, maka hal itu berarti keputusan tersebut bukanlah yang terbaik baginya. Himbau anak untuk selalu mengingat kembali nasehat-nasehat yang mungkin pernah disinggung oleh orang tua, kakek, atau guru seputar hal tersebut.

READ:  Semangat Kompetitif Baik Asal Tak Berubah Menjadi Ambisius

Ajari anak untuk berani berkata “tidak”.

Buatlah skenario di mana anak-anak berada dalam keadaan terdesak; diejek teman, disodori permen/ minuman oleh orang tak dikenal, diajak orang asing ke suatu tempat, dan lain sebagainya. Minta mereka menjelaskan pada Anda jawaban apa yang akan mereka berikan dalam situasi macam itu. Diskusikan secara terbuka dan hangat tentang jawaban terbaik apa yang bisa dia berikan, di mana seringkali anak harus menjawab “tidak” terhadap tawaran-tawaran yang salah.

READ:  Tekanan Ekonomi Dalam Keluarga Kerap Berimbas Keutuhan Rumah Tangga

Beritahu anak bahwa Anda selalu di pihaknya.

Katakan padanya bahwa jika suatu hari dia merasa tidak tahan dengan tekanan dari teman-teman atau situasi yang sedang dihadapi, maka dia bisa ‘lari’ kepada orang tuanya kapanpun ia mau. Yakinkan dia, bahwa tak peduli apapun yang terjadi dan kapanpun juga, bahkan saat dia melakukan kesalahan paling fatal sekalipun, orang tuanya tetap sayang dan akan melakukan hal terbaik untuknya.

Usia remaja merupakan usia yang rawan, sarat dengan pemberontakan dan keinginan untuk bebas. Pada usia ini pun buah hati lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-teman mereka. Sebagai orang tua, tentunya Anda harus bisa mengimbangi hal ini dengan menyisipkan berbagai pengajaran agar anak bisa menghadapi segala tekanan yang mungkin timbul dalam hidupnya dengan sikap yang bijak pula.