Cerpen Remaja – Korban Cemburu


Cerpen Remaja - Korban CemburuPagi itu, ketika matahari sudah tersenyum sembari menyinari setiap detik yang kulalui mengurai kemacetan pagi hari. Aku berjalan menuju ke sekolah. Hari itu tidak ada acara yang berarti (karena hanya classmeeting dan itu juga sama dari tahun ke tahun), namun ketika sampai di kelas aku dikejutkan suara temanku dari kejauhan yang mengatakan bahwa aku disuruh ikut lomba voli soalnya nggak ada yang mau ikut voli. Aku pun mengiyakan kata-kata temanku.

 

Setelah beberapa menit akhirnya aku ganti kaos tim. Kami pun melakukan lomba voli. Namun 1 orang dari tim kami tidak bisa hadir, kami pun terpaksa main berlima. Setelah kurang lebih 10 menit babak pertama pun berakhir (game pointnya hanya sampai 15). Babak kedua pun dimulai point demi point pun kami dapatkan. Akhirnya babak kedua pun berakhir dan pertandingan pun selesai dengan sebuah kemenangan yang berada di pihak tim kami.

Setelah selesai aku kembali ke kelas mengambil baju ganti lalu ganti bersama teman-temanku. Di dalam kelas semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, ada yang nonton film, ada yang internetan (fb, twitter atau yang lain), ada yang sibuk megang hp, ada yang bersih bersih, ada yang sibuk buat origami (soalnya besok ada lomba bersih 2 kelas) dan ada juga yang gak ngapa-ngapain #mondar-mandir aja gitu.
Saat aku sama teman-teman asik nonton film sambil ketawa-ketawa (padahal Cuma kartun hehehe… ), tiba-tiba ada temanku yang berlarian dari lantai tiga mungkin #nafasnya ngosngosan gitu… dan …

READ:  Cerpen Cinta Remaja Rahasia Hati Sang Pengagum

Dia berkata padaku “Nanti makan yuk ke M****** buat ngrayain kemenangan kita tadi, Ok. Bisa kan lo?”. “Ok, Ok gue bisa, tapi nanti traktir ya? tapi nanti gue ganti deh.” jawabku “Ce elah kaya sama siapa aja lo, Ok, kalo gitu ntar gue traktir deh” dengan muka datar karena aku sudah biasa kayak gitu sama dia.

Akhirnya setelah gue selesai bersih bersih kelas, kami pun berangkat ke M******. Setelah beberapa menit kami pun sampai, tapi M****** nya tutup, kami pun segera meluncur ke K* soalnya keburu penuh. Setelah 2 menit kami pun sampai di K*. Kami pun langsung pesan di kasir. Saat di kasir aku melihat seseorang, aku bertanya pada Ratih “Eh Tih, liat tuh bukannya cewek itu dari SMA * ******** ya”. “Ih mana sih bukan tau” elak Ratih. “Tapi aku rasa cewek itu pernah aku kenal, tapi dimana ya” gumamku dalam hati. Aku pun tak mau memikirkannya kami pun bergegas menuju ke lantai 2 #biar bisa lihat pemandangan.

READ:  Cerpen Perasaan itu Berawal dari Bola Basket

Siang itu tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Perutku sudah keroncongan tapi makanannya belum juga datang. Saat pegawainya datang untuk mengantarkan makan, aku tak sengaja melihat ke bawah. Dan aku melihat cewek tadi bersama seorang cowok, dia sedang bersiap untuk pulang kayaknya. Betapa terkejutnya aku, ternyata cowok itu adalah cowok yang aku suka sejak kelas 3 SMP dulu, aku ke SMA yang sama kayak dia karena aku ini deket sama dia. Tapi dia malh sama cewek lain. Saat itu juga aku melihat dengan mataku sendiri bahwa dia sedang berboncengan dengan seorang cewek (lebih cantik dariku memang). Hatiku seperti jatuh ke ujung kaki rasanya, ingin segera pulang dan menangis.

READ:  Cerpen Remaja: Cinta Kami Bersemi Kembali

Cewek itu menggandeng tangannya. Tanpa sengaja dia melihat ke atas dan melihat ada aku di atas. Namun dia malah bergegas pergi dengan cewek itu, bukannya menghampiriku dan menjelaskan semuanya. Sakit memang. Melihat kejadian itu Ratih berkata “Kenapa Er kok diem aja dari tadi?” “Nggak papa kok, cuma pengen liat air hujan aja.” jawabku. “Oh ya udah, tapi cepetan gih di makan keburu basi nih steak. Ntar keburu gue makan lo.” ejek Ratih, karena Ratih tau apa yang terjadi padaku.

Aku pun berbalik dan memakan makanan itu, lalu Ratih pun mulai membuka pembicaraan untuk mengalihkan sekedar pikiranku yang tak jelas. Setelah hujan reda kami pun bersiap pulang ke rumah. Aku pun sampai dengan mata yang sembab dan memerah, karena sepanjang jalan aku hanya menangis. Sejak itu komunikasiku dengan Kak Irfan menjadi renggang dan setiap berpapasan di sekolah pun aku tak mau melihat wajahnya.